Setelah lebih dari dua minggu libur sekolah, ternyata itu tidak membuatku lebih baik. Sebagai guru memang mengajar harus menjadi sebuah aktivitas rutin dan berkelanjutan tidak ada jeda yang terlalu panjang. Betapa tidak, besok senin adalah hari dimulai kembali aktivitas mengajar dan mendidik siswa-siswi yang sama selama 2 tahun yang lalu. Apakah mereka sudah bosan? Tentu. Dan yang lebih penting adalah mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar dengan guru yang berbeda yang pasti akan belajar banyak dari guru tersebut dengan gaya dan karakter yang berbeda pula. Tentu hal itu akan memberi warna yang berbeda kepada anak didik.
Tugas berat bagi saya? Tentu. Saya menjadi agak kaku, kikuk, terkadang bingung dengan situasi ini. Sentuhan yang berbeda harus saya terapkan di tahun ini, dengan bantuan partner baru yang luar biasa dari Bu Ilis tentu bukan hal yang mustahil anak akan mendapat hasil yang jauh lebih baik.
Setelah acara lokakarya level 4 tadi pagi ada salah seorang orang tua yang bertanya khusus pada saya mengenai pelajaran yang saya pegang (PAI), beliau memang seorang guru juga yang tentu lebih berpengalaman dari saya. Beliau mengeluhkan salah satu pengajaran PAI yang dirasa terlalu berat bagi anaknya. Terus terang, tidak pernah saya memberikan pengajaran di luar dari kompetensi pelajaran atau mengambil dari materi dari level yang lebih atas. Tapi tetap materi yang saya berikan bagi beberapa siswa masih banyak yang merasa kesulitan (Kitabah). Beliau berpesan kepada saya bahwa harapannya tidak terlalu setinggi dan sesulit itu. Cukup menguasai teknik dasar dan kerapihan. Sungguh, ini menjadi catatan tersendiri bagi saya sekaligus indikasi bahwa ada banyak hal yang mesti diperbaiki.
Seperti yang bu Ilis singgung di saat pembukaan lokakarya tadi ketika beliau bertanya tentang apa harapan orang tua di tahun ini. Banyak yang menjawab : Jujur, percaya diri, tanggung jawab, sopan, berakhlak baik, peduli social, dan yang terakhir dari happy. Luar biasa bukan? Ternyata yang diharapkan orang tua adalah nilai-nilai moral yang tinggi yang memang itulah skill yang akan mampu melontarkan anak pada posisi yang jauh lebih mulia. Tidak, tidak hanya pintar, matematikanya 9, bahasa inggrisnya 9, bahasa Indonesianya 9. bukan, bukan itu. Sebagaimana Bu Leili – kepsek Tunas Unggul – pernah menyatakan : ‘Jika semua Attitude tercapai / terbentuk, mau jadi apapun mereka insya Allah mereka akan mampu mencapainya. Bukankan satu-satunya keberhasilan dalam hidup yang mencapai 100% adalah kata A-T-T-I-T-U-D-E. Anda pasti sudah tahu dalam pelatihan-pelatihan bukan?
Kemabali pada masalah belajar mengajar. Seperti yang dilontarkan oleh bapaknya Deksan tentang Happy, saya teringat pada buku karangan Jannet Voss bahwa kita bisa belajar dengan baik ketika dalam keadaan senang. You will learn effectively when you are fun. Benarkah? Menurut saya bisa benar bila konteksnya benar dan bisa juga tidak bila ditempatkan di konteks yang salah. Anda pasti tahu apa yang saya maksudkan bukan? Tanpa harus panjang lebar saya ambilkan contoh tokoh-tokoh terkenal yang sukses dan berhasil menelurkan masterpiece bagi dunia. Ingatkah tentang Thomas Alva Edison, Abraham Lincoln, Albert Einstein, Ibnu Taimiyah, Sayyid Quttub, Buya Hamka ? Sama sekali selama perjuangan hidup mereka didera kekurangan, penolakan, direndahkan, penjara sempit nan gelap. Tapi toh mereka dicatat sejarah sebagai orang-orang yang besar. Kuncinya adalah Attitude, mencintai dan senang dengan apa yang mereka kerjakan. Itulah mungkin yang dimaksud dengan you will learn effectively when you are fun. Wallahu’alam.
(tulisan cepat tanpa editor)
0 comments:
Post a Comment
Silahkan tulis komentar sebagai umpan balik dari artikel ini. Tidak diperkenankan untuk komentar yang berunsur spamming, porno, dll.