Pendahuluan
Ketika pertama kali anda membaca judul di atas pasti akan teringat dengan judul bukunya Robert Kiyosaki - Poor Dad Rich Dad - buku paling laris di tahun 2006an yang lalu. Lantas apa tujuan saya menulis artikel ini dengan judul tersebut? Tentu karena saya juga salah satu guru di SD swasta Bandung ingin curhat pengalaman dengan memakai paradigma saya sendiri. Sama sekali tidak ada maksud lain kecuali sebuah curhatan belaka. Jadi para pembaca tidak usah resah dengan tulisan ini.
.::Related Posts:
Ketika pertama kali anda membaca judul di atas pasti akan teringat dengan judul bukunya Robert Kiyosaki - Poor Dad Rich Dad - buku paling laris di tahun 2006an yang lalu. Lantas apa tujuan saya menulis artikel ini dengan judul tersebut? Tentu karena saya juga salah satu guru di SD swasta Bandung ingin curhat pengalaman dengan memakai paradigma saya sendiri. Sama sekali tidak ada maksud lain kecuali sebuah curhatan belaka. Jadi para pembaca tidak usah resah dengan tulisan ini.
Dimulai dengan pengalaman saya yang sudah tiga kali mengikuti tes cpns yang berakhir dengan hasil yang sama, alias saya melihat deretan dua atau tiga nama yang bukan nama saya yang tercantum di pengumuman tersebut. Lebih menyedihkannya lagi adalah, pasti bukan hanya nama saya saja yang tidak tercantum di situ melainkan ribuan orang bernasib sama dengan saya yang bermimpi untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan jaminan gaji dan tunjangan pensiun dari pemerintah yang masih jauh terbilang rendah.
Anda dan saya bisa melihat antrian panjang ketika membuat kartu kuning sebagai salah satu syarat CPNS dan berjubelnya orang di kantor pos sembari mengumpulkan berkas yang akan diposkan. Parahnya lagi kita harus membayar biaya pengiriman sebesar Rp.17.500 artinya jika diasumsikan ada 10.000 pelamar se Indonesia maka pos akan menggondol Rp.175.000.000. dan itu hanya hitungan kasar, anda tidak tahu jumlah realnya, mungkin akan lebih dari 2 juta pelamar se indonesia.
Di sini saya tidak bermaksud untuk mengorek tentang praktek CPNS, tetapi urgensi kita sebagai guru dilihat pada sisi finansial secara umum baik sebagai guru PNS maupun guru swasta. Dan tentunya standar mana yang kita pakai untuk menentukan apakah kita sebagai guru kaya atau guru miskin? Apakah anda dan saya sekarang berada di sisi guru kaya atau guru miskin? Benarkah kita sebagai guru tidak akan bisa menjadi kaya? Ternyata terlalu banyak pertanyaan yang harus kita ungkap dan bukan perkara mudah untuk memahaminya.
Baik, pertama kita samakan persepsi tentang definisi kaya itu sendiri. Anda dan saya pasti memiliki pandangan yang berbeda tentang istilah ini. Tentu tergantung dari mana kita memandangnya. Kita awali dari pandangan ruhiah yang disabdakan nabi Muhammad SAW bahwa kaya bukanlah kaya harta atau uang akan tetapi kaya adalah kaya hati dan kaya ilmu. Apakah anda dan saya sebagai guru sudah kaya hati? Yang berarti anda sudah bahagia walaupun uang dan harta anda sedikit? Jika jawabannya adalah ya, berapaka seringkah anda mengeluhkan uang dan penghasilan anda tidak mencukupi kebutuhan hidup anda dan keluarga? Berapa seringkah anda dan saya mengeluh gaji yang diberikan pemerintah atau yayasan tidak mencukupi untuk utang-utang yang harus dibayar? Saya masih mendengar sayup-sayup jawaban harti anda dan saya ‘masih’, berarti anda dan saya belum kaya hati alias miskin secara financial dan ruhiyah.
Beralih kita melihat kaya dari sudut pandang jasmaniyah atau kongkrit (terlihat, material). Menurut Robert dan Kim Kiyosaki bahwa anda dan saya akan disebut kaya jika penghasilan anda 3 kali lipat atau lebih dari pada pengeluaran normal anda. Misalkan pengeluaran anda setiap bulan sebesar Rp.3.000.000 (tanpa ngirit ) maka penghasilan anda harus 3 kali lipatnya yakni Rp.9.000.000. Jika anda dan saya sudah mencapainya maka secara finansial anda dan saya sudah terbebas. Tapi mari kita lihat tabel kelas masyarakat di Amerika Serikat dilihat dari penghasilan setiap tahunnya di bawah ini:
Miskin | $25.000 atau kurang per tahun (penghasilan = kurang lebih $2000 per bulan) |
Kelas mengengah | $25.000 sampai $100.000 per tahun (penghasilan = kurang lebih $4500 per bulan) |
Makmur | $100.000 sampai $1.000.000 per tahun (penghasilan = kurang lebih $50.000 per bulan |
Kaya | $1 juta atau lebih per tahun (penghasilan = kurang lebih $100.000 per bulan) |
Ultra Kaya | $1 juta atau lebih per bulan |
Silahkan anda hitung sendiri dalam rupiah atau anda tambahkan empat nol di belakangnya. Dimanakah posisi anda dan saya saat ini berdasarkan standar di Amerika? Apakah seorang guru PNS kita sekalipun sudah bisa dimasukan pada kelas menengah? Saya kira untuk masuk ke kelas miskin pun anda dan saya belum layak disebut miskin di sana tapi super miskin heheh…
Kabar baiknya standar miskin dan kaya setiap negara akan berbeda, termasuk Indonesia. Bagaimana standar di Indonesia dibanding dengan negara tetangga? mampukah kita bersaing?
Sekali lagi ini hanya curhatan hati saya, tidak maksud lain, anda boleh tidak menganggapnya serius biarkan hati anda yang menjawabnya.
Bersambung . . . .
2 comments:
Jadi intinya?
*ditunggu pak lanjutannya. :D
https://sites.google.com/site/moversintaif/furnituremovers-qassim
https://sites.google.com/site/moversintaif/khamismushait-movers
https://sites.google.com/site/moversintaif/hafaralbatin-movers
https://sites.google.com/site/moversintaif/buraydah-movers
https://sites.google.com/site/movinmakkah/qassim-movers
https://sites.google.com/site/movinmakkah/dammam-movers
https://sites.google.com/site/movinmakkah/riyadh
https://sites.google.com/site/moversintaif/abha
Post a Comment
Silahkan tulis komentar sebagai umpan balik dari artikel ini. Tidak diperkenankan untuk komentar yang berunsur spamming, porno, dll.